Rahim Pengganti

Bab 65 "Berhenti Menjadikan Aku Tumbal"



Bab 65 "Berhenti Menjadikan Aku Tumbal"

0Bab 65     

Berhenti Menjadikan Aku Tumbal     

"Ternyata ada orang yang sengaja melakukan semuanya, tapi loe tenang aja. Dia sudah kita amankan, jadi tinggal menunggu perintah dari loe," ucap Jodi.     

"Ternyata ada tikus kecil yang mencoba menganggu kita. Gue serahkan semuanya sama kalian, gue yakin dalang dari orang tersebut adalah orang dalam juga. Tidak mungkin dia bisa tahu, sedangkan melihat dari wajahnya saja, dia orang baru di perusahaan ini," ujar Bian.     

"Benar ada seseorang yang juga kuat yang ingin menjatuhkan loe. Gue Cuma bisa bilang, loe harus hati hati Bian, musuh loe bukan Cuma Della istri loe itu, tapi ada orang lain yang ingin menjatuhkan kalian," ucap Elang.     

Bian menganggukkan kepalanya, sejak sang Papa meninggal dunia dan Perusahaan keluarga jatuh ketangan Bian, sejak saat itu juga Bian sudah merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan sekitar. Namun, selama ini Bian hanya menganggapnya santai hingga kejadian di perusahaannya beberapa hari lalu, membuat Bian sadar akan musuh di dalam selimut yang ternyata sangat berbahaya.     

"Loe harus berhati hati sama orang orangnya Om Budi," ucap Elang. Bian bingung dengan apa yang dimakusd oleh Elang. Apa hubunga semua ini dengan Om Budi, adik bungsu sang Papa yang sangat menyayangi Bian sejak Papanya meninggal dunia.     

"Gue gak bisa bilang tetap kecurigaan gue, Cuma gue gak mau kita kecolongan seperti semula," jawab Elang.     

"Gue setuju. Tapi sejak Carissa masuk rumah sakit, Om Budi sedikit mencurigakan," sahut Jodi.     

"Kta bukan, mau buat loe jadi seperti ini, tapi kita cuma mau loe lebih berhati hati. Bahkan dengan kita jga harus berhati hati, kita gak tahu kedepannya seperti apa," peringat Elang.     

Bian hanya diam, pria itu sedang menarik benang merah tentang apa yang terjadi. Bukan hanya Jodi dan Elang yang sudah mulai curiga, tapi dirinya juga merasakan hal yang sama.     

***     

Sore harinya Bian langsung pulang ke rumah, sejak kelahiran Melody laki laki itu selalu ingin lebih cepat sampai di rumah, segala urusan kantor juga sudah diselesaikan Bian dengan baik. Andrian asisten sekaligus teman lamanya, juga sudah pulang beberapa menit yang lalu. Untuk urusan masalah kemarin, Bian menyerahkan semuanya kepada Elang dan Jodi dua orang yang sangat pas untuk mengatasi semuanya.     

Bian fokus menatap jalanan, kali ini dirinya hanya berangkat seorang diri. Supir yang biasanya mengantar tidak ikut Bian memintanya untuk tetap stay di rumah, siapa tahu nantinya Carissa atau sang Mama mau pergi, sejak kejadian itu Bian semakin memperketat penjagaan di rumah bahkan sekitarnya juga.     

Tiga puluh menit berlalu, Bian sudah sampai di depan rumahnya. Tatapan matanya, melihat seorang wanita sedang mengendong bayi yang sedang duduk di teras depan rumah mereka, senyum di bibir Bian terbit, senyuman yang mampu membuat orang orang terpesona akan hal itu.     

"Assalamuaikum," ucap Bian.     

Mama Ratih langsung menoleh bersamaan dengan Carissa. Senyum di bibir Bian semakin merekah ketika melihag anaknya yang sudah tidak menyusu dari botol lagi.     

Kain penutup itu menjadi bukti, bahwa Melody sudah mulai terbiasa meminum ASI langsung dari pabriknya. Mengingat bagaimana Bian melatih hal itu membuat pria itu ingin melakukannya kembali.     

"Waalaikumsalam, kamu tumben cepat pulang Bian?" cercah Mama Ratih. Mendengar hal itu, hanya mampu membuat Bian mendesah. Di saat dirinya pulang lebih awal seperti sekarang, di tanya kenapa nanti ketika pulang terlambat juga seperti itu.     

Dari pada menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh sang Mama, Bian lebih memilih mendekati istrinya lalu mengecup dahi Carissa.     

"Punya istri Mama di lupakan," ucap Mama Ratih kesal. Mendengar hal itu semakin, membuat Bian seolah tidak mendengar perkataan yang dilontarkan oleh sang Mama. Sedangkan Carissa hanya bisa geleng geleng kepala melihat mertua dan suaminya yang selalu bersikap seperti ini. Bahagia, itulah yang dirasakan oleh Caca.     

***     

Di lain tempat, tiga orang pria yang sudah berumur duduk di sebuah ruangan lembar. Ketiganya saling menatap dengan tatapan yang sangat tajam, aroma alkohol tercium sangat menyengat. Hal itu membuat pria yang menggunakan baju biru itu sedikit tidak nyaman.     

"Kenapa? Kamu memang tidak pernah berubah," ujar pria yang memakain baju kotak kotak.     

"Apa? Saya tidak pernaha berubah," jawabnya dengan santai.     

Keduanya saling melempar kata, sedangkan pria yang memiliki kumis tebal yang ada di dekat mereka hanya bisa menatap keduanya dengan tatapan datar.     

"Kapan kamu mau menjalankan rencana selanjutnya. Kamu harus ingat tentang, rencana kita," ujar pria itu.     

"Saya tidak akan pernah melakukan hal keji itu lagi!!" bentak pria berbaju biru.     

"Jangan main main kamu. Ingat apa yang sudah kita rencanakan," ucapnya dengan nada tinggi keduanya saling menatap dengan tajam. Pria yang berpakaian kotak kotak itu tidak terima dengan ucapan yang baru dia sebutkan tadi, menurutnya itu adalah sebuah penghianatan.     

"Saya tidak pernah main main. Berhenti menjadikan saya tumbal. Kalian yang memiliki dendam tapi, kenapa harus saya yang seolah menjadi penjahat di sini," ucapnya dengan napas yang sudah tidak beraturan. Terlihat jelas, raut wajah marah dan kesal mereka di sini.     

Brak!!     

Suara pukulan meja yang sangat kuat, terdengar dari pria yang sejak tadi diam. Keduanya menoleh ke arah tersebut pria yang menggunakan baju kotak kotak terlihat menundukkan kepalanya.     

"Apa yang saya, katakan memang benar adanya, kan?" ucapnya dengan mengangkat kepala akuh.     

"Apa mau kamu sekarang?" tanyanya dengan nada dingin.     

"Lepaskan mereka. Biarkan mereka hidup tenang, berhenti melakukan semuanya. Tidak ada guna, umur kita sudah tua waktunya sekarang untuk berdamai," ujarnya.     

Mendengar ucapan itu semakin membuat pria di depannya saat ini tersulut emosi, hingga melayangkan sebuah pukulan yang begitu kuat. Keduanya adu pukul, tidak memikirkan umur yang sudah tidak muda lagi.     

***     

"Aw," ucapnya dengan penuh kesakitan.     

"Kamu tuh, udah tua Mas. Masa harus bertengkar seperti ini. Ingat umur," gerutu wanita didepannya saat ini.     

"Saya cuma ingin mereka berhenti. Saya tidak mau semakin membuat Bian dan Mbak Ratih tersiksa, karena dendam mereka," ujarnya dengan nada sedih.     

"Aku tahu Mas. Tapi tidak seperti ini juga, kamu tahu bagaimana mereka. Kita tidak bisa melawannya dengan seperti ini, aku udah selalu memperingati kamu loh. Kita harus pelan pelan," ujarnya lagi.     

"Iya. Saya tidak salah memilih pasangan, kamu selalu bisa membuat saya tenang," ucapnya. Wanita yang ada didepannya saat ini, langsung bersemu merah. Meskipun sudah berumur namun, keduanya tetap romantis bahkan gaya mereka bisa melebihi anak anak muda lainnya.     

"Kamu gak cocok gombal Mas. Udah tua juga," ucap sang istri.     

"Apa salahnya mengoda istri sendiri? Tidak ada kan," ucapnya sembari mengedipkan mata. Wanita itu langsung beranjak dari sana, suaminya itu selalu saja bersikap seperti ini. Sejak dulu, hingga saat ini tidak pernah sedikit pun berubah.     

Menatap sang istri pergi menjauh, pria itu hanya tersenyum. Pikirannya kembali tertuju kepada kejadian beberapa tahun lalu, kejadian sebelum kecelakaan itu terjadi.     

"Saya akan menebus semuanya Mas. Saya janji," ucapnya dengan penuh nada keyakinan.     

###     

Halo. Selamat membaca ya, semoga tetap suka. Love you guys, sehat terus yaaa. Yang mau berteman dengan aku di IG boleh langsung cuss ke @ochagumay24     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.